JAKARTA | RMN Indonesia
Adanya dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu berupa sarat konflik kepentingan dalam seleksi calon anggota Bawaslu kabupaten dan kota periode 2023-2028, dibantah oleh Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI Rahmat Bagja.
“Keliru jika dikatakan seleksi calon anggota Bawaslu kabupaten dan kota periode 2023-2028 dinilai sarat konflik kepentingan,” kata Rahmat Bagja dalam sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu di Ruang Sidang Utama Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) di Jakarta, kemarin.
Tuduhan sarat kepentingan tersebut, lanjut Bagja, hanya didasarkan pada perpanjangan masa pengumuman hasil tes kesehatan dan wawancara calon anggota Bawaslu daerah, yang semula pada tanggal 25 Juli 2023 menjadi 31 Juli 2023, tanpa melihat penyebab keterlambatan itu terjadi.
Dalam kesempatan itu, Bagja mengatakan bahwa keterlambatan pengumuman hasil tes kesehatan dan wawancara calon anggota Bawaslu daerah disebabkan oleh adanya kendala dalam proses penilaian yang melibatkan pihak ketiga.
Pihak ketiga itu bertugas sebagai pihak yang membantu tim seleksi calon anggota Bawaslu kabupaten dan kota periode 2023-2028.
“Untuk pelaksanaan tes psikologi dan tes kesehatan secara nasional, Bawaslu bekerja sama dengan Kepolisian Republik Indonesia (Polri), bidang sumber daya manusia (SDM), dan pusat kedokteran dan kesehatan,” jelasnya.
Dalam proses tersebut, kata Bagja, terjadi kesalahan format hasil seleksi yang dikirim oleh pihak kepolisian. Data yang dikirim melalui surat elektronik Bawaslu RI belum sesuai dengan format Excel yang diperlukan.
Bagja menjelaskan data yang diunggah dalam aplikasi rekrutmen Mr Bawaslu harus menampilkan hasil per kabupaten dan kota. Namun, surat elektronik yang dikirim kepolisian berdasarkan pada hasil tingkat provinsi. (fik/jr)