JAKARTA | RMN Indonesia
Tim Advokat Pengawal Konstitusi termasuk salah satu pelapor dugaan pelanggaran kode etik hakim Konstitusi. Mereka meminta Majelis Hakim Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) memeriksa dan memutus perkara sebagaimana Peraturan MK.
“Kami Advokat Pengawal Konstitusi menyatakan sikap agar Majelis Hakim Kehormatan Mahkamah Konstitusi memeriksa dan memutus perkara sebagaimana Peraturan MK No 1 tahun 2023 pasal 3 ayat (2),” kata Koordinator Advokat Pengawal Konstitusi, Raden Elang Mulyana, Sabtu (4/11/2023).
Berikut bunyi Peraturan MK No 1 tahun 2023 pasal 3 ayat (2):
Majelis Hakim Kehormatan MK berwenang memeriksa dan memutus dugaan pelanggaran Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi
Advokat Pengawal Konstitusi telah mengikuti proses persidangan dugaan pelanggaran hakim Konstitusi pada Kamis (2/11) dengan agenda pemeriksaan pendahuluan dan pembuktian. MKMK akan telah memeriksa pelaporan dan pembuktian yang mereka ajukan dan akan mengagendakan sidang pengucapan putusan pada Selasa (7/11) siang.
Advokat Pengawal Konstitusi menilai MKMK tidak berwenang membatalkan putusan MK.
“Sehingga Majelis Hakim Kehormatan Mahkamah Konstitusi tidak memiliki alasan hukum yang dapat dijadikan dasar untuk melakukan perubahan atau pembatalan pelaksanaan atas Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023. Agar kiranya tetap berpegang teguh pada nilai-nilai konstitusi dan hukum yang berlaku. Oleh sebab itu, demi kepastian hukum, keadilan hukum, dan kemanfaatan hukum, serta mengingat Indonesia adalah negara hukum,” ujar dia.
Mereka memaparkan 4 poin alasan, yaitu:
- Bahwa Mahkamah Konstitusi merupakan cabang kekuasaan yudikatif yang merdeka, independen, dan bebas dari campur tangan pihak manapun, serta mempunyai wewenang diantaranya untuk mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap undang-undang dasar sebagaimana dimaksud Pasal 24C ayat (1) UUD NRI Tahun 1945. Putusan MK bersifat final adalah putusan MK langsung memperoleh kekuatan hukum tetap sejak diucapkan dalam sidang pleno terbuka untuk umum dan tidak ada upaya hukum yang dapat ditempuh. Sifat final dalam putusan MK mencakup pula kekuatan hukum mengikat (final and binding) dalam arti sah memiliki kepastian hukum dan tidak bisa dianulir oleh lembaga apa pun. Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 wajib dihormati dan dilaksanakan oleh pemerintah dan lembaga negara lainnya, maupun masyarakat pada umumnya yang terkait dengan putusan itu mengingat putusan MK yang bersifat final yang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang termaktub di dalam KONSTITUSI.
- Bahwa berdasarkan peraturan MK No 1 tahun 2023 tentang Kehormatan Mahkamah Konstitusi pasal 3 ayat (2) Majelis Hakim Kehormatan MK berwenang memeriksa dan memutus dugaan pelanggaran Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi. Telah dinyatakan secara tegas, Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi tidak memiliki kewenangan untuk melakukan perubahan atau pembatalan putusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor 90/PUU-XXI/2023, tanggal 16 Oktober 2023 dalam perkara uji materiil terhadap norma Pasal 169 huruf q UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum terkait persyaratan usia calon Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia.
- Bahwa Majelis Hakim Kehormatan Mahkamah Konstitusi pada praktiknya pernah memutus bersalah etik dan memberhentikan secara tidak dengan hormat terhadap mantan Hakim Konstitusi Akil Mochtar dan Patrialis Akbar, maka atas hal tersebut tidak dapat dijadikan dasar dan alasan untuk melakukan perubahan atau pembatalan pelaksanaan atas Putusan Mahkamah Konstitusi. Terlebih, putusan MK Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 telah ditindaklanjuti dalam peraturan pelaksana yaitu melalui perubahan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 19 Tahun 2023 tentang Pencalonan Peserta Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, yang telah disetujui oleh DPR RI bersama Kemendagri, KPU RI, Bawaslu RI, dan DKPP RI. Oleh sebab itu, telah tepat dan sesuai dengan KONSTITUSI lembaga negara terkait menindaklanjuti Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 tersebut melalui perubahan PKPU di atas.
- Bahwa putusan Mahkamah Konstitusi tersebut harus dianggap benar dan harus dilaksanakan sebagaimana asas res judicata pro veritate habetur yakni apa yang diputus hakim harus dianggap benar dan merupakan akhir dalam proses persidangan untuk menyelesaikan perkara yang diajukan oleh pencari keadilan. Oleh sebab itu, demi kepastian hukum Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 harus dilaksanakan.(dtk/hmi)