Sabtu, Januari 18, 2025
spot_img

Demokrasi yang Ternoda

JAKARTA | RMN Indonesia

“Keputusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi telah memberikan cahaya terang di tengah kegelapan demokrasi,”

Demokrasi di Indonesia mulai ternoda. Sejumlah masalah mendera jelang Pemilu 2024, mulai dari dinasti politik dan KKN.

Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menilai demokrasi di Indonesia mulai bermasalah dalam kurun 10 tahun ini. Beberapa masalah diantaranya terkait dinasti politik hingga nepotisme.

“Lebih cepat terjadi. Belum 10 tahun sudah termasalah demokrasi kita di Indonesia dengan segala macam permasalahan. Berbicara tentang dinastilah, bicara nepotisme. Lebih cepat dari pemerintahan sebelumnya,” ujar JK di Habibie Democracy Forum yang digelar di Jakarta, dikutip cnnindonesia, Rabu (15/11/2023).

JK pun membanding-bandingkan era Presiden Soekarno dan Soeharto. Keduanya tidak berpikir soal membangun dinasti saat menjabat.  “Bung Karno tak berpikir dinasti, Pak Harto juga tidak. Walaupun Tutut [jabat] Menteri Sosial beberapa bulan. Tapi enggak berarti. Hanya menteri saja, enggak mau tampuk kekuasaan,” ucapnya.

Belum lama ini, Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri sempat berpidato terkait kondisi demokrasi di Indonesia dengan tajuk ‘Suara Hati Nurani’ pada Minggu (12/11/2023).

Dalam pidatonya, Megawati menyoroti putusan MK dengan perkara no 90 tentang syarat batas usia capres-cawapres, yang dianggap menguntungkan anak sulung Jokowi, Gibran Rakabuming Raka melenggang ke kontestasi Pilpres 2024.

Hakim yang memutuskan perkara itu adalah Anwar Usman, paman dari Gibran Rakabuming Raka alias adik ipar Jokowi. Putusan itu pun menuai kontra. Banyak pihak yang melaporkan Anwar melanggar kode etik karena bias kepentingan ke Majelis Kehormatan MK (MKMK).

Megawati mengapresiasi MKMK yang menyatakan Anwar Usman melakukan pelanggaran etik berat dalam memutuskan perkara 90 dan memberi sanksi pencopotan dari jabatan ketua MK.

Ia menyebut putusan MKMK, Selasa (7/11/2023) lalu, memberikan caha terang di tengah kegelapan demokrasi. “Keputusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi telah memberikan cahaya terang di tengah kegelapan demokrasi,” ucap Mega.

Sementara itu, Guru Besar Filsafat Moral Romo Franz Magnis Suseno menyoroti kondisi bangsa. Kemiskinan, korupsi yang merajalela, politik dinasti hingga pengadilan yang tidak independen, menjadi masalah yang terjadi saat ini.

“Kita dalam situasi yang cukup serius,” kata Magnis dalam diskusi bertajuk ‘Menyelamatkan Demokrasi dari Cengkeraman Oligarki dan Dinasti Politik’ di Jakarta, Selasa (14/11/2023).

Untuk kemiskinan, ia menyebut 50% penduduk Indonesia belum sejahtera. Masih ada 9 persen dalam garis kemiskinan.

Selain itu, Magnis Suseno menyinggung soal korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). ia menyebut banyak pejabat di eksekutif hingga legislatif yang korup. Memperkaya diri sendiri dan melupakan rakyat.

“Kenyataan bahwa sekian banyak menteri, kepala daerah anggota DPR, DPRD, eselon 1 sampai 4 saya catat itu sudah dikena korupsi, sebetulnya mengejutkan. Kok bisa seperti itu? kok bisa melayani masyarakat dalam negara merosot menjadi melayani kepentingannya sendiri,” tuturnya.

Belum lama ini, sejumlah tokoh bangsa, berkumpul di kediaman Ahmad Mustofa Bisri alias Gus Mus di Rembang, Jawa Tengah, Minggu (12/11). Mereka yang menamakan Majelis Permusyawaratan Rembang (MPR) menyampaikan keluh kesah terkait kondisi demokrasi jelang Pilpres 2024.

Satu diantaranya, istri cendekiawan Nurcholish Madjid alias Cak Nur, Omi Komariah Madjid. Ia gusar dengan maraknya KKN yang perjuangkan pada reformasi 1998 justru semakin menggurita di dalam negara.

“Sangat memprihatinkan sekali. Bahkan, nepotisme kekuasaan Anda lihat sendiri dipertontonkan kepada kita semua secara terbuka tanpa rasa malu dan salah sama sekali. Itu tadi yang saya menangis ke Gus Mus,” ujar Omi. (jr)

Related Articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Stay Connected

0FansSuka
3,912PengikutMengikuti
22,200PelangganBerlangganan
- Advertisement -spot_img

Latest Articles