JAKARTA | RMNIndonesia
“UMKM juga menyerap 97% tenaga kerja pada tahun yang sama. Begitu vitalnya peran UMKM menjadikan pemerintah di berbagai daerah selalu berusaha mewadahi dan memberikan dukungan atas kemajuan UM”
UMKM masih menjadi tulang punggung ekonomi Indonesia. Untuk itu pemerintah memberikan apresiasi kepada UMKM.
“Di tengah ancaman resesi, pelaku UMKM menjadi penentu ekonomi nasional serta memegang peranan penting dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia. Sebab, kelompok UMKM ini memiliki jumlah yang paling banyak dibanding unit usaha lain,” tutur Direktur Ekonomi Digital Kementerian Komunikasi dan Informatika, Boni Pudjianto di Jakarta, dikutip, Minggu (3/2).
Berdasarkan data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BPKM), lanjut Bomi, UMKM memiliki kontribusi terhadap PDB yakni sebesar 61,97% dari total PDB nasional atau setara dengan Rp 8.500 triliun pada tahun 2020.
“UMKM juga menyerap 97% tenaga kerja pada tahun yang sama. Begitu vitalnya peran UMKM menjadikan pemerintah di berbagai daerah selalu berusaha mewadahi dan memberikan dukungan atas kemajuan UMKM,” jelasnya.
Dalam upaya membangun ekonomi kerakyatan, lanjut Boni, Presiden Republik Indonesia Joko Widodo telah memberikan arahan untuk melakukan pengembangan UMKM Naik Kelas dan Modernisasi Koperasi.
Di ketahui, UMKM lokal sempat menurun dua tahun pertama pandemi Covid-19 yakni di tahun 2020-2021. Pada tahun tersebut, berdasarkan survei dari UNDP dan LPEM UI yang melibatkan 1180 responden para pelaku UMKM, diperoleh hasil bahwa lebih dari 48% UMKM mengalami masalah bahan baku, 77% pendapatannya menurun, 88% UMKM mengalami penurunan permintaan produk, dan bahkan 97% UMKM mengalami penurunan nilai aset.
Ia berharap UMKM dapat berkiprah di pasar digital walaupun hal tersebut bukanlah hal yang mudah. Karena ada sejumlah kendala yang menghambat perkembangan UMKM dalam pasar digital.
Pertama, keterbatasan kemampuan adopsi teknologi digital dan kemampuan literasi digital pelaku UMKM. Digitalisasi UMKM lebih dari sekadar mengembangkan produk melalui pemasaran online untuk memperluas pangsa pasar, tetapi juga pola pikir dalam pemanfaatan teknologi digital.
Kedua, berkaitan dengan pembiayaan, hingga saat ini masih banyak pelaku UMKM yang belum mampu menyusun laporan pembukuan dan administrasi keuangan yang benar-benar tertata secara digital.
Ketiga, dari segi produksi, keinginan untuk memperluas pasar ekspor berbasis digital seringkali terkendala pada kemampuan pelaku UMKM memenuhi standardisasi produk yang diinginkan.
Keempat, faktor lain yang menghambat aktivitas digital ekonomi, terutama bagi pelaku UMKM, adalah regulasi dan prosedur dalam bisnis lintas batas (cross border business) yang rumit, mahal dan memakan waktu.
“Tantangan UMKM ke depan yang harus diatasi bersama oleh segenap stakeholders terkait antara lain berkaitan dengan inovasi dan teknologi, literasi digital, produktivitas, legalitas atau perizinan, pembiayaan, branding dan pemasaran, sumber daya manusia, standardisasi dan sertifikasi, pemerataan pembinaan, pelatihan, dan fasilitasi, serta basis data tunggal,” ujarnya. (jr)