JAKARTA | RMNIndonesia
Penerapan sistem Multi Lane Free Flow (MLFF) atau sistem pembayaran tol tanpa setop menuai kritik dari Anggota Komisi VI DPR RI Andre Rosiade. Teknologi MLFF dipandang bukan sebagai kebutuhan utama, yang masih bisa digantikan alternatif lain sehingga dikhawatirkan mubazir.
Menanggapi hal itu, Vice President Asosiasi Sistem Informasi Cerdas atau Intelligent Transportation System Association of Indonesia (ITS Indonesia) Resdiansyah mengatakan, pengaplikasian sistem ini di Indonesia memberikan tiga alternatif opsi, antara lain menggunakan On Board Unit (OBU), single ticket, hingga download aplikasi. Sebagai informasi, ITS sendiri merupakan pendamping Roatex, perusahaan pelaksana proyek MLFF.
“Ada tiga opsi. Bisa pakai OBU, bisa pakai ini (aplikasi), bisa pakai single tiket. Kenapa kita kasih tiga alternatif? Karena di Indonesia adalah pengguna IT, kita belum pengembang IT. Ada yang sudah mampu gunakan gadget ada yang belum. Kendaraan komersial itu kan sopirnya ganti-ganti,” tuturnya, dikutip, Selasa (5/12).
Menurutnya, kendaraan komersial lebih baik pakai OBU fisik dari perusahaan. Sehingga siapa pun drivernya tidak menjadi masalah. Sementara bagi orang yang jarang menggunakan tol bisa pakai single tiket. Nantinya, akan dilihat maana opsi yang paling cocok untuk diterapkan di tol-tol Indonesia ke depannya.
“Kalau di Eropa firm OBU karena semua perusahaan sudah dikenalkan dari awal dan OBU paling efektif. Kalau di Indonesia orang nggak mau bayar lagi. Makannya kalau download aplikasi gratis kenapa harus bayar OBU,” ujar Resdiansyah.
Selain itu, menurutnya pengadaan pemerintah untuk MLFF tidak mubazir. Pasalnya, Indonesia sendiri sama sekali tidak mengeluarkan uang untuk sistem ini. Pengembangan proyek ini merupakan investasi dari Pemerintah Hungaria. Adapun lewat kerja sama ini, sistem MLFF menggunakan teknologi Global Navigation Satelit System (GNSS).
“Pemerintah tidak keluar uang satu rupiah pun. Kemudian mereka diberikan konsensi 9 tahun, konsesinya pun tidak boleh menaikkan tarif tol, mereka ambilnya dari service fee. Jadi selama ini operator itu harus biayai perawatan tol gate, mesinnya, apa semuanya, sekarang tidak perlu. Uang uang itu yang akan dijadikan service fee untuk membayar balik investasi mereka,” jelasnya.
Setelah melawati 9 tahun, lanjut Resdiansyah, teknologinya bisa dikembangkan kembali. Menurutnya, GNSS sendiri merupakan teknologi masa depan yang nantinya bisa diterapkan di mana-mana.
“Ini keuntungan untuk masa depan. Yang perlu kita tegakkan sistem data base kita tentang elektronik identification registration, kita kan tahu sering nombok nomor palsu. Itu yang sedang kita perbaiki bersama Korlantas,” pungkasnya. (jr)