JAKARTA | RMNIndonesia
Pemerintah meniru Brasil dalam mengembangkan bahan bakar bioetanol berbasis tebu.
Direktur Bioenergi EBTKE Kementerian ESDM, Edi Wibowo mengatakan, tahapan mandatori bioetanol sebagai bahan bakar masih mengacu pada Peraturan Menteri ESDM Nomor 12 Tahun 2015 tentang perubahan ketiga atas Permen ESDM Nomor 32 Tahun 2008 tentang penyediaan, pemanfaatan dan tata niaga bahan bakar nabati (Biofuel) sebagai bahan bakar lain.
“Saat ini tengah menyusun kebijakan revisi sebagai pengganti Permen ESDM Nomor 32 Tahun 2008. Penahapan mandatori bioetanol diharapkan untuk yang non PSO,” tuturnya dalam acara Energy Corner CNBC Indonesia, dikutip, Rabu (20/12/2023).
Dirinya menyebut bahwa PT Pertamina melalui PT Pertamina Patra Niaga telah melakukan uji pasar Pertamax Green 95 di Jakarta dan Surabaya. Bahar bakar itu bercampur etanol 5% atau e5.
Pengembangan bioetanol, lanjut Edi Wibowo, mengacu pada Pepres No 40 Tahun 2023 tentang percepatan swasembada gula nasional dan penyediaan bioetanol sebagai bahan bakar nabati(Biofuel).
“Selanjutnya mengacu pada Perpres 40 tahun 2023 tentang percepatan swasembada gula dan penyediaan bioetanol pada 2030 diproyeksikan produksi fuel grade ethanol bisa mencapai 1,2 juta KL atau setara 24 juta kiloliter untuk produk bahan bakar e5-nya,” katanya.
Meski begitu, pengembangan Bioetanol di Indonesia bukan tanpa tantangan. Satu diantara tantangan yang dihadapi adalah bahan baku. Karena energi yang satu ini membutuhkan bahan baku terus menerus dimana saat ini Indonesia masih mengandalkan tebu dan gula.
“Ke depan kita juga perlu mendiversifikasi bahan baku mungkin sorgum kemudian singkong, jagung dan sebagainya. Seperti negara-negara lain yang maju kan Amerika kemudian Brasil itu kan juga dengan tebu dan jagungnya,” ujarnya. (jr)