KOTA BANDUNG | RMNIndonesia
Rohana (46), seorang pengemudi ojek online (ojol), bergabung dalam aksi protes di depan kantor Grab Office Bandung pada Senin (22/1/2023). Ia berbagi keluh kesah mengenai pengalaman menjadi ojol. Rohana, yang berasal dari Ujungberung, Bandung, menggantungkan hidupnya dan keluarganya dari pekerjaan ojol sejak lima tahun lalu. Meskipun telah menjadi mitra Grab sejak 2019, ia menyatakan bahwa kondisinya semakin sulit dan pendapatannya tidak sebesar dulu.
Salah satu masalah yang diungkapkan Rohana adalah sistem double order yang dianggapnya merepotkan. Dalam sistem ini, pengemudi harus mengambil pesanan dari dua restoran yang berbeda, yang bisa menimbulkan kesulitan logistik dan mempengaruhi penghasilan. Ia juga mengeluhkan adanya komplain dari pelanggan terkait waktu pengantaran yang lama dan jarak yang berlawanan arah.
Dian (45), pengemudi ojol lainnya, mengalami pengalaman serupa. Ia menyampaikan keberatannya terhadap prosedur yang rumit saat mengajukan penukaran dana terkait dengan orderan fiktif. Dian mengungkapkan bahwa ia sering mendapatkan orderan fiktif dari oknum yang tidak bertanggung jawab dan mengajukan pertanyaan mengenai transparansi komisi yang diterimanya.
Pengemudi ojol juga menyampaikan tuntutan mereka selama aksi protes di kantor Grab Office Bandung. Salah satu tuntutan utama adalah restrukturisasi anggota Grab di Jawa Barat. Mereka menginginkan audiensi dengan pihak Grab Jakarta untuk menyampaikan masalah yang dihadapi, termasuk kendala terkait kode fiktif dan sistem pemutusan mitra.
Tuntutan lainnya mencakup evaluasi oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) terkait kinerja perusahaan agar tidak terjadi monopoli. Para pengemudi juga menyoroti putusan pemutusan mitra yang dianggap sepihak dan potongan yang dianggap besar. Mereka mendesak agar KPPU mengawasi transparansi potongan 20% yang dikenakan oleh perusahaan terhadap pengemudi.
Dalam tanggapannya, Grab Indonesia menghargai kebebasan mitra untuk menyampaikan pendapat dan aspirasi mereka. Pihak Grab juga telah memberikan informasi secara jelas dan lengkap mengenai setiap tuntutan yang diajukan oleh para pengemudi. Grab Indonesia menyatakan bahwa mereka akan menyelesaikan tuntutan tersebut secara internal.
Director of West Indonesia Grab Indonesia, Richard Aditya, menanggapi beberapa poin protes pengemudi, termasuk masalah atribut dan pemutusan mitra. Ia menyatakan bahwa kewajiban pembelian atribut sesuai dengan Permenhub No 12 Tahun 2019. Terkait pemutusan mitra, Grab mengklaim bahwa tindakan tersebut didasarkan pada pelanggaran yang dilakukan oleh pengemudi.
Dalam menjawab tuntutan dan masalah yang dihadapi para pengemudi, Grab menyatakan keterbukaannya untuk menerima masukan melalui berbagai saluran komunikasi termasuk layanan Grab Support dan diskusi langsung dengan komunitas pengemudi.(il/BDR)