JAKARTA | RMN Indonesia
Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) mengkritik kebijakan pekerja untuk iuran Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). Ia pun mempertanyakan urgensinya kebijakan itu lantaran pembiayaan untuk perumahan sudah ada dalam BPJS Ketenagakerjaan dalam bentuk Manfaat Layanan Tambahan (MLT).
“Buat apa kemudian ada Tabungan (Perumahan Rakyat)? (lagipula) Ini tabungan bukan jaminan sosial. Jaminan sosial kan kita sudah ada. Buat apa ada duplikasi ini?” ujar Ketua Umum Apindo Shinta Kamdani, dikutip Kamis (30/5).
Menurutnya, pengusaha tidak akan masalah jika program Tapera dilaksanakan pemerintah menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Sebaliknya, APINDO tak sepakat jika pengusaha dan pekerja wajib membayar iuran Tapera karena MLT sudah tersedia dalam BPJS Ketenagakerjaan.
Ia melihat program ini tak ada bedanya dengan skema MLT di BPJS Ketenagakerjaan. Dia bahkan menilai pemerintah sebaiknya memanfaatkan program itu saja.
“Kami melihat permasalahan yang dihadapi dengan PP 21 ini adalah pertama, sudah ada kan sebenarnya (program perumahan). Ini duplikasi karena di BPJS Ketenagakerjaan itu sudah ada. yang di Jaminan Hari Tua (JHT) itu kan sekitar 400-an triliun (anggarannya), sepertiganya dipakai untuk layanan tambahan, itu untuk perumahan juga bisa. Ini sudah jalan programnya, jadi harapan kami justru musti kita kembangkan, kita tingkatkan. Kita kerja sama BPJS dengan Himbara (Himpunan Bank Negara), bank-bank daerah, mereka sudah menyiapkan KUR (kredit usaha rakyat) sampai 500 juta, kemudian biaya uang muka, renovasi, itu semua sudah ada di dalam BPJS Ketanagakerjaan di MLT,” jelasnya.
Shinta kemudian menjelaskan, bahwa pada prinsipnya elemen pengusaha mendukung upaya pemerintah dalam menyediakan perumahan untuk rakyat. Tapi, APINDO tidak setuju jika elemen pengusaha dan karyawan swasta diwajibkan untuk membayar iuran Tapera yang terdiri dari 0,5% oleh pemberi kerja dan 2,5% bagi pekerja. Sebab, menurut CEO Sintesa Group itu, masyarakat sudah memotong hampir sekitar 17% sampai 18% dari gaji untuk jaminan sosial. Padahal jika melihat bentuknya, Tapera bukan jaminan sosial.
Di sisi lain, Shinta mengaku heran PP 21 dikeluarkan secara mendadak. Sebab, dari dulu pihaknya sudah memberi masukan dan bersurat kepada Presiden Jokowi soal Tapera. Oleh sebab itu, Shinta kaget ketika pengusaha dan pekerja tiba-tiba diwajibkan membayar iuran Tapera.
“Justru kalau revisi kita kaget kok mendadak keluar revisi ini? Kemudian kami sekarang akan menyampaikan lagi, kita berkoordinasi dengan pelaku usaha juga dengan para pekerja. Sikap kami semua sama. Serikat buruh semua punya sikap yang sama untuk tidak mendukung PP ini,” imbuhnya.
Oleh sebab itu ke depan, ia mengatakan bahwa APINDO bakal berkirim surat lagi kepada Presiden Jokowi soal hal tersebut. Ia berharap pemerintah mau mendengar masukan pengusaha soal iuran Tapera .
“Lita mau berkoordinasi dulu sebelum kita kirim surat resmi lagi. Saya rasa pemerintah sudah tahu posisi kami, dan pemerintah sudah tahu posisi pekerja. Jadi kita sekarang konsolidasi. Mau dibatalkan, mau direvisi, pada prinsipnya kalau mau dijalankan ASN, TNI/POLRI silahkan, asal (kewajiban iuran TAPERA) tidak (dibebankan) ke swasta,” pungkasnya. (JR)