JAKARTA | RMN Indonesia
Pelaku saha dan pekerja di industri tekstil kompak memerangi produk impor ilegal. Mereka meminta pemerintah menindak tegas para pelaku impor ilegal.
Ketua Ikatan Pengusaha Konveksi Berkarya (IPKB), Nandi Herdiaman menjelaskan, maraknya PHK massal dan tutupnya bisnis industri TPT, merupakan imbas bebas masuknya produk impor tekstil secara ilegal di pasaran dalam negeri.
Ia menyebutkan barang-barang tekstil, salah satunya produk pakaian jadi, begitu bebas berkeliaran baik di pasar luring maupun daring. “Ini merupakan pernyataan perang kami terhadap mafia impor dan kroni-kroninya yang ada di pemerintahan termasuk beking aparat yang terlibat didalamnya,” ujar Nandi, dikutip Minggu (7/7).
Nandi mengungkapkan sindikasi mafia impor ilegal ini sudah bercokol dan diketahui menjadi rahasia umum di tengah masyarakat. Terlebih, dirinya mengatakan bahwa sebagian besar pemerintah sudah mengetahui permasalahan importir ilegal tersebut.
“Pemerintah sudah sangat paham bahwa penyebab PHK dan penutupan pabrik adalah karena maraknya praktik impor ilegal yang melibatkan pejabat/pegawai kementerian, importir nakal, hingga aparat penegak hukum sebagai sindikat mafia impor yang bersarang di Ditjen Bea Cukai, Kementerian Keuangan,” ujarnya.
Ia berharap pemerintah di bawah naungan Presiden Joko Widodo, lebih tegas menindak permasalahan utama yang mengganggu industri tekstil dalam negeri, yakni produk impor tekstil ilegal. “Kami Menolak praktik impor borongan/kubikasi dan praktik semua bentuk praktik impor ilegal,” jelas Nandi.
Dia melanjutkan, aliansi pengusaha dan pekerja TPT baik skala besar, menengah hingga industri kecil menengah (IKM) meminta pemerintah agar tegas menolak intervensi negara-negara asing dalam mempengaruhi kebijakan perlindungan pasar dalam negeri Indonesia.
“Kami juga meminta pemerintah untuk berani menolak segala bentuk intervensi negara asing terhadap kebijakan pasar domestik termasuk intervensi yang dilakukan oleh mafia impor bersama kroni-kroninya serta para retailer barang-barang impor,” terang Nandi.
Sebelumnya hal senada juga diucapkan oleh Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI), Redma Gita Wirawasta. Redma bahkan menyanggah pernyataan Menkeu Sri Mulyani, bahwa penyebab industri tekstil gulung tikar karena adanya praktik dumping. Ia menilai itu sebagai pengalihan isu lantaran adanya kegagalan dalam mengontrol Direktorat Jenderal Bea Cukai, yang berada di bawah naungan Kementerian Keuangan.
“Kita bisa melihat dengan mata telanjang, bagaimana banyak sekali oknum di Bea Cukai terlibat dan secara terang-terangan memainkan modus impor borongan/kubikasi dengan wewenangnya dalam menentukan impor jalur merah atau hijau di pelabuhan” jelas Redma dalam keterangan yang diterima MPI, Kamis (20/6).
Redma mengatakan kinerja buruk Bea Cukai tersebut mengakibatkan adanya peningkatan barang impor tidak tercatat dari China sedari tahun 2021 sampai 2023. “Hal ini dapat terlihat jelas dari data trade map dimana gap impor yang tidak tercatat dari China terus meningkat USD 2,7 miliar di tahun 2021 menjadi USD 2,9 Milyar di tahun 2022 dan diperkirakan mencapai USD 4 miliar di tahun 2023,” ujar Redma. (jr)