JAKARTA | RMN Indonesia
Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Rosan Roeslani mengungkapkan rencana perusahaan dari China dan Korea Selatan berinvestasi jumbo di Indonesia. Nilai investasinya sebesar Rp 80 triliun untuk pembangunan pabrik baterai kendaraan listrik di Indonesia.
“Kita dorong untuk EV baterainya, kita sudah ada 2 pembicaran dengan dua perusahaan dari Korea dan China. Investasi itu kurang lebih Rp80 triliun,” tutur Rosan dalam konferensi pers realisasi investasi kuartal III 2024, dikutip okezone,Selasa (15/10).
Rosan melanjutkan target kedua investasi itu segera terealisasi pada kurun waktu 1-2 bulan ke depan. Namun Rosan belum mengutarakan lebih detail terkait rencana tersebut.
“Saya yakin dalam dekat 1-2 bulan sudah rampung pembahasan investasi itu, sehingga kebijakan itu bisa kita realisasikan,” tambah Rosan.
Menurutnya, investasi yang masuk ini merupakan buah dari kebijakan hilirisasi untuk komoditas nikel yang sudah dijalankan sejak tahun 2020 lalu. Hal ini membuat produsen harus datang ke Indonesia untuk mengolah bahan baku dari Indonesia sebelum bisa dijual ke luar negeri.
“Hilirisasi yang menyebabkan investasi ini meningkat di kuartal III 2024 ini. Sehingga memang kontribusi pertambangan cukup signifikan terhadap realisasi investasi kita,” tambah Rosan.
Lebih lanjut, Rosan menuturkan investasi menjadi instrumen penting dalam menciptakan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi. Sebab hingga saat ini sektor konsumsi masyarakat dan belanja pemerintah cukup terbatas untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Sehingga sektor investasi serta ekspor dan impor punya potensi yang masih besar untuk berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depannya.
“Kalau kita mau mencapai pertumbuhan 6-8% kuncinya adalah di investasi dan ekspor, karena 2 ruang itu yang punya peluang untuk tumbuh dengan tinggi,” pungkas Rosan.
Rosan mengakui saat ini para produsen mobil listrik dunia menuntut setiap negara, termasuk Indonesia untuk memproduksi energi bersih.
Rosan menjelaskan, hal itu sejalan dengan rencana investasi untuk membangun pabrik-pabrik kendaraan listrik di sebuah negara. Karena dianggap penggunaan kendaraan listrik kontraproduktif dengan cita-cita pengurangan emisi jika listrik yang digunakan bersumber dari energi fosil.
“Kita juga perlu melihat dari tren kedepan yang lebih banyak mendorong pertumbuhan dari clean energy, contohnya untuk membangun industri kendaraan listrik,” kata Rosan.
Lebih lanjut, Rosan mengaku saat ini telah ada pembahasan dengan salah satu produsen kendaraan listrik yang hendak masuk ke Indonesia. Akan tetapi permintaan dari calon investor tersebut, Pemerintah harus bisa memberikan energi yang ramah lingkungan.
“Kita sudah bicara dengan beberapa perusahaan yang mau berinvestasi di EV car, mereka requestnya, karena mereka ingin membuat electric car, maka energi yang mereka dapat juga dari renewable energy,” tambahnya.
Pada kesempatan tersebut, Rosan menuturkan kedepannya Pemerintah memang tengah mendorong untuk memprioritaskan investasi yang masuk untuk menggunakan energi bersih. “Kalau kita lihat itu yang akan kita dorong, bagaimana kita mengarahkan investasi yang masuk ke Indonesia itu adalah yang clean energy dan ekspor oriented,” sambung Rosan.
Menurutnya, salah satu yang menjadi pertimbangan investasi dari para calon investor ke Indonesia dengan melihat struktur demografi di Indonesia yang mana didominasi oleh usia-usia produktif dengan rentan usia sekitar 30 tahunan.. (jr)