JAKARTA | RMN Indonesia
Bakal capres Ganjar Pranowo berkomitmen melanjutkan program transisi energi baru terbarukan untuk mengurangi dampak lingkungan dari penggunaan energi fosil.
Ia menjelaskan saat ini batubara masih menjadi sumber energi yang efisien meski punya dampak polusi yang lebih banyak dibandingkan sumber energi baru terbarukan lainnya.
Meski begitu, penerapan transisi energi baru terbarukan tidak praktis menghentikan penggunaan batubara secara masal. Hal itu mengingat ongkos transisi yang masih mahal, dan batubara juga masih menjadi penyumbang devisa negara.
Salah satu strategi dalam rangka penurunan emisi karbon terutama yang disumbangkan oleh PLTU dengan mengadopsi teknologi. Setidaknya limbah yang dihasilkan bisa dikurangi dan tidak terlalu mencemari lingkungan.
“Ketika belum bisa kita kurangi dan masih butuhkan itu (batubara) maka kita akan gunakan teknologi yang tidak mencemari, apa itu? Ultra super critical,” ujar Ganjar dalam SarahSeham 100 Ekonom Indonesia, Rabu (8/11/2023).
Lebih lanjut, Ganjar menjelaskan ada PLTU yang memiliki hasil limbah lebih bersih berkat adopsi teknologi. Salah satu contohnya, PLTU yang berada di Yokohama, Jepang. Letak PLTU tersebut hanya berjarak 6 Km dari pusat kota, namun tidak banyak ditentang oleh masyarakat karena limbahnya tidak mencemari.
“Pencemarannya tidak? Tidak, karena pakai teknologi ultra super critical. Memang itu cukup mahal. Maka ketika kita belum bisa jelang transisi ya ini harus kita pake. Kita gak bisa sok-sokan harus pindah, dan kemudian kita hancur, jangan,” sambungnya.
Menurut Ganjar saat ini sudah ada roadmap atau peta jalan yang menuntun Indonesia untuk mencapai net zero emissions. Tapi hal tersebut tidak bisa praktis dilakukan dengan menutup atau tidak sama sekali menggunakan batubara karena bisa berdampak pada devisa negara. “Kita siapkan dan roadmap betul, itu negara sudah ada tinggal melakukan saja kok. Maka saya tawarkan (investor), kami tawarkan Rp1.300 triliun anda mau masuk tidak, kami punya geothermal, petanya sudah ada, solar panel bisa tidak, di tempat Indonesia banyak sekali (EBT), kenapa tidak kita olah?,” pungkasnya. (jr)