BERLIN | RMN Indonesia
Dua puluh orang mahasiswa dari Humboldt Universität Berlin kunjungi Rumah Budaya Indonesia (RBI) Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Berlin pada Jumat, 17 Mei 2024. Kunjungan ini merupakan bagian dari kursus studi kritis warisan budaya Asia yang mereka ikuti.
Atase Pendidikan dan Kebudayaan (Atdikbud) KBRI Berlin, Roniyus Marjunus, menyambut langsung para mahasiswa yang berasal dari berbagai negara tersebut. “Selama ini turis internasional hanya mengetahui Bali. Kami memiliki sekitar 17.000 pulau lain yang mempesona. Jadi, jika kalian pergi ke Indonesia, kunjungilah pulau-pulau yang lain juga selain Bali,” ujarnya.
Kunjungan ini bertujuan untuk memberikan pemahaman mendalam tentang kebudayaan Indonesia kepada para peserta kursus. Dalam kesempatan ini, pengelola RBI KBRI Berlin, Birgit Steffan, menjelaskan visi dan misi RBI KBRI Berlin yang bertujuan untuk menyebarluaskan kebudayaan Indonesia di Jerman. Peserta kursus juga diajak berkeliling untuk melihat serta mencoba langsung berbagai koleksi kebudayaan Indonesia seperti Gamelan Jawa, Gamelan Bali, Wayang, dan Angklung.
Para mahasiswa kagum dengan keindahan ornamen alat musik Gamelan Bali dan Jawa. Terlihat, mereka beberapa kali mengambil foto alat musik tersebut sebagai kenang-kenangan. Tidak hanya itu, mereka juga berkesempatan untuk melihat koleksi baju-baju tradisional Indonesia. “Baju-baju ini dapat dipinjamkan untuk acara-acara khusus yang membutuhkan pakaian adat Indonesia,” ungkap Birgit.
Setelah keliling RBI KBRI Berlin, acara dilanjutkan dengan beberapa presentasi singkat dari peserta kursus di ruang konferensi. Beragam topik budaya dibicarakan. Di sela presentasi, Roniyus juga menjelaskan, menjelaskan pentingnya Bahasa Indonesia sebagai bahasa pemersatu bangsa.
“Indonesia terdiri dari berbagai macam etnik, budaya, dan bahasa. Maka dari itu, bangsa Indonesia perlu memiliki bahasa pemersatu yang dapat dipahami oleh seluruh suku yang ada di dalamnya. Pendiri bangsa Indonesia lantas memilih Bahasa Indonesia,” jelasnya.
Para mahasiswa juga tertarik dengan sejarah Indonesia sejak masa kerajaan Hindu-Budha, masa kolonialisme, masa perjuangan dan masa kemerdekaan. Roniyus turut menjelaskan semua sejarah tersebut hingga ke pengakuan kemerdekaan oleh Belanda pada Konferensi Meja Bundar pada tanggal 27 Desember 1949.
Sebagai informasi, kursus ini merupakan bagian dari program Berlin Perspectives untuk pertukaran pelajar internasional. Peserta kursus akan mengunjungi berbagai museum, pusat kebudayaan, monumen, dan situs keagamaan yang ada di Berlin dengan didampingi penanggungjawab kursus dari Humboldt Universität Berlin, Mai Lin Tjoa-Bonatz.
Kunjungan ke RBI Berlin tidak hanya memperkaya pengetahuan peserta tentang kebudayaan Indonesia, tetapi juga memperkuat hubungan internasional melalui pertukaran budaya yang mendalam. Melalui kunjungan ini, para mahasiswa dari Humboldt Universität Berlin kiranya memperoleh perspektif baru yang berharga tentang warisan budaya Indonesia. (fj/mas/dam)