JAKARTA | RMN Indonesia
Direktur Utama PT PLN (Persero) Darmawan Prasodjo mengatakan, permasalahan oversupply atau kelebihan pasokan listrik akan terselesaikan lebih cepat. Perhitungannya terselesaikan sekitar tahun 2025-2026.
Padahal, kata dia, kondisi oversupply awalnya diperkirakan baru selesai di tahun 2029-2030. Darmawan menambahkan pihaknya juga sudah berhasil menyinkronkan kondisi oversupply dengan penambahan EBT.
“Bagaimana kita sinkronkan antara kondisi oversupply dan penambahan EBT ini sudah berhasil kami sinkronkan, sehingga kalau EBT skala besar masuk, kondisi oversupply ini sudah bisa diselesaikan di 2026-2025 dari perkiraan awal baru bisa diselesaikan di 2029-2030,” ujarnya dalam RDP dengan komisi VII DPR RI di Jakarta Pusat, Rabu (15/11).
Hal ini, lanjut Darmawan disebabkan permintan listrik lebih tingdi dari yang diperkirakan. PLN juga menjalankan renegosiasi take or pay.
“Kami bersyukur alhamdulillah persoalan oversupply ini bisa diselesaikan lebih cepat dari yang kita perkirakan. Di mana pertumbuhan demand listrik yang jauh lebih tinggi dari yang kami perkirakan. Kami juga sudah menjalankan renegosiasi take or pay,” bebernya.
Darmawan mengungkapkan, pihaknya berhasil memangkas beban ‘take or pay’ atau ‘ambil atau bayar denda’ sekitar Rp 40 triliun. Pemangkasan beban ini terjadi setelah berbagai langkah renegosiasi dilakukan.
Sekadar diketahui, skema take or pay yakni skema yang mewajibkan PLN untuk menyerap listrik yang diproduksi pembangkit swasta sesuai dengan kontrak. Jika tidak, maka PLN bisa mendapat penalti. Sementara itu pandemi COVID-19 memberikan dampak besar pada pasokan listrik PT PLN (Persero). Akibatnya PLN mengalami kelebihan pasokan (oversupply) alias ‘luber’. (jr)